Ganja merupakan salah satu jenis narkoba yang tidak diproduksi di laboratorium kimia. Meskipun diproduksi secara “alami”, bukan berarti efek merusaknya dapat dikesampingkan dibanding narkoba produksi laboratorium. Tersembunyi dibalik penampilannya yang “alami “, daun ini ini dapat menyebabkan beberapa efek samping berbahaya.
Dari serangan jantung, penyusutan otak, hingga psikotik pertama dan hilangnya kebahagiaan, ganja bukan ramuan aman yang diyakini sebagian orang. Ganja juga berada di belakang beberapa misteri medis dan, ironisnya, bisa menjadi jawaban atas merebaknya krisis narkoba.
Berikut 7 efek samping ganja yang menyeramkan:
1. Penyusutan Otak

Pada tahun 2014, para peneliti di Texas memberikan 48 orang yang ketagihan ganja. Orang dewasa ini sedang dalam penelitian khusus untuk melihat apa yang bisa diperoleh dari pengguna jangka panjang. Masing-masing memiliki riwayat kronis dengan gulma dan telah menggunakannya setidaknya tiga kali sehari selama satu dekade. Para sukarelawan manjalani tes kognitif sambil memindai otak mereka.
Rata-rata hasil tes menunjukkan IQ yang lebih rendah dibanding bukan pengguna ganja. Sebagian otak juga menyusut. Disebut orbitofrontal cortex (OFC), wilayah otak yang terdampak ini berfungsi mengatur pengambilan keputusan, peningkatan konektivitas saraf, dan sensasi ketagihan.
Hebatnya, penelitian ini juga menemukan bahwa otak pecandu ganja berusaha mengimbangi dengan meningkatkan koneksi antar bagian otak. Integritas struktural otak juga meningkat. Namun, setelah sekitar enam tahun penggunaan ganja, konektivitas khusus ini menurun lagi.
2. Sindrom Misterius

Mengkonsumsi ganja bisa menimbulkan gejala-gejala seperti mual hebat, vertigo, kram perut parah, dan hanya hilang dengan mandi air panas. Dari hasil penelitian tahun 2004, ditemukan penyakit misterius ini terkait dengan ganja, dinamai dengan cannabinoid hyperemesis syndrome (CHS).
Kondisi ini masih kurang dipahami, terutama karena begitu banyak pengguna tidak menghubungkan gejala mereka dengan ganja. Bahkan para profesional medis tidak selalu dapat mengenali kondisinya, dan masih belum jelas senyawa apa dalam ganja yang mungkin menyebabkan sindrom ini.
Namun, pada tahun 2018, survei besar menentukan bahwa penggunaan jangka panjang bisa menjadi pemicu. Temuan yang paling mengejutkan adalah seberapa umum CHS sebenarnya terjadi. Bertentangan dengan kepercayaan sebelumnya bahwa kondisi itu jarang terjadi, estimasi baru menemukan dua juta kasus CHS di Amerika Serikat saja.
CHS benar-benar menghilang begitu seseorang menghentikan kebiasaan menghisap ganja.
3. Efek Psikotik

Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa ganja ini terkait dengan orang yang mengalami psikostik untuk pertama kalinya. Kondisi psikotik ditandai oleh ketidakmampuan untuk membedakan realitas dari khayalan . Ini termasuk mendengar dan melihat hal-hal yang tidak nyata.
Pengguna ganja berat empat kali lebih berisiko terserang skizofrenia , kelainan yang mempengaruhi kejernihan mental. Rata-rata pengguna juga menghadapi dua kali peluang terkena gangguan psikotik dibandingkan seseorang yang tidak pernah mengganja.
Hubungan utama antara psikotik dan ganja adalah zat kimia tanaman yang membuat pecandu menjadi ”fly’‘, tetrahydrocannabinol (THC).
Ketika THC diuji pada individu yang sehat, mereka menunjukkan sifat psikotik. Sementara itu, pasien dengan skizofrenia mengalami gejala yang lebih parah. Faktor-faktor tambahan lain membuat pengguna berisiko tinggi menderita psikotik — gen tertentu, kekuatan strain ganja, penggunaan cannabinoid sintetis, kepribadian paranoid, trauma masa kanak-kanak.
4. Bias Efek Memudar

Pikiran manusia diketahui memiliki mekanisme menarik yang disebut “bias efek memudar”, atau fading effect bias. Para peneliti menyamakannya dengan sistem kekebalan emosional. Sistem ini menghilangkan perasaan yang terkait ingatan, yaitu dengan menghapus ingatan yang negatif lebih cepat daripada ingatan yang positif. Tujuannya bisa untuk meningkatkan kesehatan mental. Jika manusia bersikukuh dengan ingatan negatif, bebannya akan menjadi terlalu berat.
Pada 2018, sebuah penelitian menemukan bahwa penggunaan ganja yang berat tampaknya menghalangi mekanisme alami ini. Sebagai hasilnya, sukarelawan yang pengguna ganja setidaknya empat kali seminggu mengingat lebih banyak hal negatif dalam ingatan mereka. Mereka juga menggambarkan kenangan bahagia mereka sebagai peristiwa biasa dan bukan sebagai peristiwa spesial.
Menariknya, sifat ini juga terlihat pada orang yang menderita depresi. Bagaimana hal ini bisa terjadi masih belum diketahui pasti.
5. Melemahkan Kontrol Otot

Sebagian besar studi “ganja” fokus pada obat efek psikotropika, termasuk emosi yang berubah dan halusinasi . Pada 2015, peneliti Spanyol bertanya-tanya tentang efek samping lain, yaitu gangguan keterampilan motorik. Diketahui bahwa beberapa pengguna mengalami kesulitan menelan, bernapas, atau berbicara dengan benar.
Untuk mencari tahu alasannya, tim beralih ke tikus dan senyawa ganja sintetis . Idenya adalah untuk melihat bagaimana senyawa psikoaktif mempengaruhi sel-sel saraf yang disebut neuron motorik, yang kemudian bertanggung jawab untuk pergerakan otot.
Tes pada tikus menunjukkan bahwa bahan psikoaktif mengganggu komunikasi antara neuron, membuat mereka kurang aktif. Ini mengakibatkan kelemahan otot.
6. Serangan Jantung Lollipop

Tahun 2019, laporan medis mengungkapkan betapa berbahayanya ganja dalam bentuk permen lollipop. Seorang pasien berusia 70 tahun, yang merokok ganja kecil di masa mudanya, mencari kenyamanan dari insomnia dan osteoartritis-nya, dengan mencoba ganja yang dapat dimakan, lollipop.
Ada perbedaan besar antara jenis lollipop normal dan jenis lollipop yang mengandung THC. Pada darah pasien pengkonsumsi lollipop ini ditemukan mengandung THC 90 miligram, suatu hal yang sangat mengejutkan.
Alih-alih membawa mimpi indah, bahan aktif THC ini memicu halusinasi menakutkan. Pria itu memiliki riwayat penyakit jantung, dan kandungan THC yang tinggi ini memadukan hormon stres, denyut nadi tinggi, tekanan darah, dan kecemasan, yang akhirnya menyebabkan serangan jantung.
7. Toleransi Nyeri yang Rendah

Di Colorado, dokter memperhatikan bahwa beberapa pasien trauma memerlukan dosis obat penghilang rasa sakit yang lebih tinggi . Pemeriksaan lebih dekat mengungkapkan bahwa banyak pasien merupakan pengguna ganja dulunya.
Untuk mengetahui apa yang sedang terjadi, para peneliti menganalisis kasus trauma dari Colorado dan Texas. Sejumlah 260 orang bepartisipasi, semuanya adalah korban kecelakaan mobil serius pada 2016. Sekitar 54 orang adalah pengguna ganja yang baru mulai, dan 16 orang mengaku menggunakannya sehari-hari
Orang-orang yang bebas narkoba menggunakan dosis harian opioid 5,6 miligram. Sedangkan mereka yang pecandu ganja membutuhkan 7,6 miligram untuk menghilangkan rasa sakit. Hasil penelitian menemukan bahwa pecandu ganja berat membutuhkan opioid yang jauh lebih banyak daripada pasien bukan pecandu.
Implikasinya bisa berarti pemulihan yang lebih lama dalam perawatan di rumah sakit, serta perawatan narkotika khusus untuk pengguna ganja.